Kamu merasa sedih saat
menyadari kamu tidak bisa mempertahankan teman-teman lamamu. Bukan karena waktu
atau pekerjaan, melainkan karena kalian sudah berbeda pemikiran dan tujuan lagi.
Kamu merasa sedih karena tidak lagi bisa dengan mudah mencari
temanmu, menceritakan semua keluh kesah dalam hidupmu. Cerita diantara kalian
sudah terlalu banyak lubang, bingung harus mulai dari mana, canggung tak tahu
harus berkata apa.
Kamu merasa sedih saat temanmu tidak bisa hanya sekadar
diajak bercanda atau menghabiskan waktu dengan sekadar duduk mengobrol. Temanmu
sudah terlalu sibuk dengan kehidupan dewasanya yang serius, berkutat dengan handphone di tangan atau urusan lain
yang tak bisa ditinggalkan. Tak ada waktu untuk bermain katanya.
Kamu bertambah sedih saat banyak kejadian buruk
menimpamu. Tidak ada lagi teman untuk berbagi kesedihan, untuk menuangkan semua
kekesalan, tidak ada pundak teman untuk bersandar, atau uluran tangan untuk
menghapus air mata. Kamu bahkan sedih disaat banyak kejadian baik dalam
hidupmu. Karena tak ada lagi teman untuk berbagi kebahagiaan, untuk kamu
ceritakan semua pencapaian dan kisah hebatmu. Sedih dan bahagia terasa sama
muramnya bagimu saat tak ada teman disisimu.
Lalu tiba saat kau menyalahkan waktu. Atas kekejamannya
menjauhkan temanmu dari hidupmu. Dia merubah temanmu menjadi orang yang tak
kamu kenal lagi, yang tak lagi ramah, ceria, peduli, tulus dan kamu sayangi
seperti dulu. Ingin rasaya kamu mengembalikan waktu ke masa dulu, saat yang ada
hanya kamu dan temanmu itu.
Pernah satu waktu kamu mencoba berkumpul kembali dengan
teman-teman lamamu, mencoba mengulang cerita lama walau dengan ingatan yang
tersisa. Semua kenangan indah masa lalu, kejahilan dimasa remaja, tidur bermain
bersama, bertengkar walau akhirnya baikan kembali, dan merasa kalian adalah
teman selamanya. Namun ajang kumpul kembali tidaklah lebih dari sekadar
basa-basi. Hanya bertanya kabar sekadar tanpa perlu menyelam sampai ke dasar. Semua
terasa hambar. Temanmu lebih peduli pada hidupnya sendiri, pada dunianya
sendiri. Berulang kali kamu mencoba tunjukkan kepedulian, mencoba tulus
memperhatikan, namun itu hanya semakin meninggikan temanmu, dia sudah tak
benar-benar peduli padamu.
Pada akhirnya, kamu hanya bisa memandanginya dari
kejauhan. Tanganmu tak mampu menggapai pundaknya yang semakin menjauh. Temanmu semakin
hilang begitu pula dengan semua kenangan tentang kalian. Namun dalam hati kamu
selalu berharap, agar temanmu selalu baik-baik saja dan berbahagia. Setiap saat
kamu akan datang saat temanmu membutuhkanmu. Karena kamu tak akan pernah mengecewakan
seorang teman.