Dengarkanlah - Reza A.A. Wattimena
Secangkir teh.
Seorang Zen Master menerima kunjungan dari profesor. Ia
ingin belajar tentang Zen. Zen Master menawarkan teh dengan sopan. Ia menuangkan
teh ke dalam cangkir. Ketika cangkirnya sudah penuh, Zen Master tidak berhenti
menuangkan teh. Tehnya pun luber.
Profesor berkata, “Tidak ada tempat lagi di dalam
cangkir. Itu sudah luber.” Zen Master menjawab, “Cangkir ini seperti pikiranmu.
Ia sudah penuh dengan pendapat dan kepercayaan.
Bagaimana saya bisa mengajarkan Zen, kalau pikiranmu
sudah penuh?”
Cerita tentang secangkir teh diatas adalah sedikit
penggalan kisah sebelum membaca buku ini dan sangat benar adanya. Saat membaca
saya harus menguras habis segala persepsi yang saya miliki agar bisa menyerap
apa yang dimaksud penulis tentang Zen ini. Bahkan, setelah saya kira siap
menerima ajaran tentang Zen, sungguh sangat sedikit yang bisa saya serap. Banyak
hal yang masih belum saya mengerti tentang buku ini karena tidak sesuai dengan
ajaran yang selama ini saya terima. Namun saya akan coba memberikan sedikit
gambaran tentang buku ini.
Kita hidup di era perkembangan ilmu pengetuan dengan
filsafat barat sebagai landasannya. Namun sampai sekarang ilmu pengetahuan dan
filsafat tidak mampu menawarkan jalan keluar dari setiap konflik penderitaan
yang ada. Beragam teori yang ditemukan tidak mampu menawarkan makna bagi
kehidupan manusia. Di dunia timur, dikenal sebuah filsafat yang disebut Zen,
yang tidak hanya sekadar teori abstrak, melainkan lakon hidup yang nyata. Filsafat
tidak hanya dilihat sebagai hal yang bersifat intelektual semata, melainkan
seni hidup untuk mencapai kebijaksanaan dan pembebasan.
Zen berasal dari bahasa jepang yang artinya meditasi. Namun
meditasi disini bukanlah berarti duduk diam selama berjam-jam, melainkan
bagaimana memahami jati diri sejati. Zen mengajak kita melakukan refleksi untuk
mencari potensi untuk tercerahkan. Tercerahkan ini terjadi saat kita bisa
menyadari jati diri kita dan sampai pada pembebasan batin. Keadaan ini akan
menjadi sumber bagi kedamaian dan kejernihan hidup saat kita menyadarinya.
Jati diri sejati manusia disebut juga dengan hakikat
Buddha. Dengan ini kita diminta menyadari bahwa hakikat kita manusia dan alam
semesta ini adalah sama. Kita adalah satu, dan juga kosong, karena kita tak
memiliki nama. Zen membantu kita terlepas dari belenggu penderitaan dunia
karena kita tak lagi terikat pada dunia. Kita mengalami kedamaian dan
kejernihan sehingga bisa menjalani hidup untuk menolong orang. Hal ini disebut dengan
kekebalan mental.
Zen berpijak pada ajaran Buddha aliran Mahayana yang
dirumuskan pada 2600 tahun yang lalu oleh Siddharta Gotama. Buddha berarti yang tercerahkan, yang artinya
ia berhasil melampaui segala bentuk penderitaan yang dialami manusia. Penggabungan
antara ajaran Buddha dan filsafat Tiongkok dikenal dengan nama Zen. Yangmana
pada intinya mengajarkan kita jalan untuk menyadari hakikat Buddha pada diri manusia.
Apabila filsafat mengajak kita menggunakan akal budi dalam kehidupan, maka Zen
mengajak kita untuk melampaui akal budi itu sendiri. Kita tak boleh terikat
pada akal budi, konsep atau bahasa sebagai kebenaran mutlak. Melainkan kita
harus melampaunya hingga menemukan jati diri yang sejati.
Zen mengajak kita untuk memahami kehidupan ini apa
adanya, dan tidak terikat oleh konsep dan bahasa. Bagi Zen, segalanya adalah
satu, begitu pula kita, alam semesta dan Tuhan. Segalanya dilihat sebagai Tuhan
sehingga kita tidak akan menyakiti diri sendiri ataupun orang lain karena kita
adalah satu. Tuhan juga hanyalah sebagai nama dan konsep. Sejatinya, Tuhan
tidak memiliki nama. Dengan menyadari sesuatu yang sejati ini, kita bisa
terhindar dari segala jenis penderitaan.
Dari yang saya baca, sulit untuk merumuskan apa yang
terdapat balam buku ini hanya dalam beberapa kalimat, kita harus menbaca langsung
dan menyerap setiap isinya. Namun intinya yaitu Zen adalah suatu jalan hidup
yang membawa kita kembali pada jati diri sejati. Dengan ini kita akan menyadari
bahwa kita adalah satu dengan dengan alam semesta, sehingga bisa melepaskan
diri dari keterikatan terhadap hal apapun di dunia. Cara yang dapat dilakukan
yakni menyadari setiap hal yang kita lakukan, saat membaca kita membaca, saat
berjalan kita berjalan, begitu pula hal lainnya. Hal ini sebenarnya sangat
sederhana dan juga rumit.
Jalan hidup Zen membawa kita menuju kedamaian dan
pembebasan sehingga kita lepas dari setiap penderitaan. Saat itu terjadi maka
kita dapat fokus menjalankan tujuan utama umat manusia yaitu menolong makhluk
lainnya agar dapat mencapai pembebasan juga. Dengan ini akan tercipta dunia
yang damai dan bahagia.
0 comments