Dengarkanlah - Reza A.A. Wattimena

by - Agustus 26, 2018


Secangkir teh.
Seorang Zen Master menerima kunjungan dari profesor. Ia ingin belajar tentang Zen. Zen Master menawarkan teh dengan sopan. Ia menuangkan teh ke dalam cangkir. Ketika cangkirnya sudah penuh, Zen Master tidak berhenti menuangkan teh. Tehnya pun luber.
Profesor berkata, “Tidak ada tempat lagi di dalam cangkir. Itu sudah luber.” Zen Master menjawab, “Cangkir ini seperti pikiranmu. Ia sudah penuh dengan pendapat dan kepercayaan.
Bagaimana saya bisa mengajarkan Zen, kalau pikiranmu sudah penuh?”

Cerita tentang secangkir teh diatas adalah sedikit penggalan kisah sebelum membaca buku ini dan sangat benar adanya. Saat membaca saya harus menguras habis segala persepsi yang saya miliki agar bisa menyerap apa yang dimaksud penulis tentang Zen ini. Bahkan, setelah saya kira siap menerima ajaran tentang Zen, sungguh sangat sedikit yang bisa saya serap. Banyak hal yang masih belum saya mengerti tentang buku ini karena tidak sesuai dengan ajaran yang selama ini saya terima. Namun saya akan coba memberikan sedikit gambaran tentang buku ini.

Kita hidup di era perkembangan ilmu pengetuan dengan filsafat barat sebagai landasannya. Namun sampai sekarang ilmu pengetahuan dan filsafat tidak mampu menawarkan jalan keluar dari setiap konflik penderitaan yang ada. Beragam teori yang ditemukan tidak mampu menawarkan makna bagi kehidupan manusia. Di dunia timur, dikenal sebuah filsafat yang disebut Zen, yang tidak hanya sekadar teori abstrak, melainkan lakon hidup yang nyata. Filsafat tidak hanya dilihat sebagai hal yang bersifat intelektual semata, melainkan seni hidup untuk mencapai kebijaksanaan dan pembebasan.

Zen berasal dari bahasa jepang yang artinya meditasi. Namun meditasi disini bukanlah berarti duduk diam selama berjam-jam, melainkan bagaimana memahami jati diri sejati. Zen mengajak kita melakukan refleksi untuk mencari potensi untuk tercerahkan. Tercerahkan ini terjadi saat kita bisa menyadari jati diri kita dan sampai pada pembebasan batin. Keadaan ini akan menjadi sumber bagi kedamaian dan kejernihan hidup saat kita menyadarinya.

Jati diri sejati manusia disebut juga dengan hakikat Buddha. Dengan ini kita diminta menyadari bahwa hakikat kita manusia dan alam semesta ini adalah sama. Kita adalah satu, dan juga kosong, karena kita tak memiliki nama. Zen membantu kita terlepas dari belenggu penderitaan dunia karena kita tak lagi terikat pada dunia. Kita mengalami kedamaian dan kejernihan sehingga bisa menjalani hidup untuk menolong orang. Hal ini disebut dengan kekebalan mental.

Zen berpijak pada ajaran Buddha aliran Mahayana yang dirumuskan pada 2600 tahun yang lalu oleh Siddharta Gotama.  Buddha berarti yang tercerahkan, yang artinya ia berhasil melampaui segala bentuk penderitaan yang dialami manusia. Penggabungan antara ajaran Buddha dan filsafat Tiongkok dikenal dengan nama Zen. Yangmana pada intinya mengajarkan kita jalan untuk menyadari hakikat Buddha pada diri manusia. Apabila filsafat mengajak kita menggunakan akal budi dalam kehidupan, maka Zen mengajak kita untuk melampaui akal budi itu sendiri. Kita tak boleh terikat pada akal budi, konsep atau bahasa sebagai kebenaran mutlak. Melainkan kita harus melampaunya hingga menemukan jati diri yang sejati.

Zen mengajak kita untuk memahami kehidupan ini apa adanya, dan tidak terikat oleh konsep dan bahasa. Bagi Zen, segalanya adalah satu, begitu pula kita, alam semesta dan Tuhan. Segalanya dilihat sebagai Tuhan sehingga kita tidak akan menyakiti diri sendiri ataupun orang lain karena kita adalah satu. Tuhan juga hanyalah sebagai nama dan konsep. Sejatinya, Tuhan tidak memiliki nama. Dengan menyadari sesuatu yang sejati ini, kita bisa terhindar dari segala jenis penderitaan.
Dari yang saya baca, sulit untuk merumuskan apa yang terdapat balam buku ini hanya dalam beberapa kalimat, kita harus menbaca langsung dan menyerap setiap isinya. Namun intinya yaitu Zen adalah suatu jalan hidup yang membawa kita kembali pada jati diri sejati. Dengan ini kita akan menyadari bahwa kita adalah satu dengan dengan alam semesta, sehingga bisa melepaskan diri dari keterikatan terhadap hal apapun di dunia. Cara yang dapat dilakukan yakni menyadari setiap hal yang kita lakukan, saat membaca kita membaca, saat berjalan kita berjalan, begitu pula hal lainnya. Hal ini sebenarnya sangat sederhana dan juga rumit.

Jalan hidup Zen membawa kita menuju kedamaian dan pembebasan sehingga kita lepas dari setiap penderitaan. Saat itu terjadi maka kita dapat fokus menjalankan tujuan utama umat manusia yaitu menolong makhluk lainnya agar dapat mencapai pembebasan juga. Dengan ini akan tercipta dunia yang damai dan bahagia.

You May Also Like

0 comments