Curious

by - Maret 19, 2019


Beberapa tahun yang lalu aku pernah menulis seperti ini, “Aku penasaran bagaimana hidup di zaman dulu, bersosial, berkomunikasi - sebelum media sosial, sebelum internet - dimana orang-orang masih menggunakan surat, yang berhari-hari bahkan tahun. Orang-orang menjalani kehidupan nyata, tidak maya. Orang-orang masih peduli dengan lingkungan, secara fisik. Emosi, perasaan sangat terasa, kata rindu begitu tulus, dalam; dimana perlu usaha, perjuangan akan sesuatunya dan dimana nilai kemanusiaan masih ada.” Begitu pula tahun lalu aku masih menulis tentang hal yang sama, “Aku penasaran, apa sih yang dilakukan oleh orang-orang untuk membunuh waktu - misalnya pas nunggu jemputan, nunggu pesanan makanan, nunggu guru pas pelajaran, dll - sebelum adanya smartphone di tangan?”

Kita sadari atau tidak, apa yang kita lakukan hari ini jauh berbeda dengan kehidupan bertahun-tahun sebelumnya. Dengan adanya perangkat canggih di tangan kita yang mampu melakukan apapun, kita seperti tidak menghiraukan apa yang ada di sekitar kita. Kita bahkan tidak membiarkan pikiran atau badan untuk sekadar rileks, cukup untuk tidak memikirkan atau melakukan apa-apa. Kita tak membiarkan pikiran kosong, apalagi untuk mendengarkan suara dari dalam diri. Kita lebih memilih untuk menyibukkan diri melihat berbagai hal yang ada di tangan kita tersebut. Begitu juga, interaksi kita dengan orang di sekitar pun menjadi berkurang. Hal itu mungkin akan membuat kita kehilangan kesempatan untuk mengenal atau mendengar sebuah kisah yang mengesankan dari orang lain. Atau kita kehilangan momen untuk menikmati apa yang ada di sekitar kita, alam, udara, suara burung, atau yang lainnya.

Media sosial kita ketahui menjadi salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia saat ini. Ia digunakan sebagai tanda eksistensi, bahwa kita ada di dunia ini, dan itu yang dipikirkan oleh kebanyakan orang. Setiap orang membagikan dan menunjukkan dirinya di dunia maya, dan seolah belum tentu sesuai dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Aku mengenal seorang teman yang terlihat sangat bahagia di media sosial namun menyimpan permasalahan yang begitu berat di kehidupannya. Begitu pula dengan orang yang tak pernah aktif di dunia maya belum tentu memiliki hidup yang buruk, social media is not the measure of happiness.

Seringkali kita menenggelamkan diri berjam-jam dalam sesuatu yang ada di tangan kita untuk mencari sesuatu yang membahagiakan. Melihat status orang lain, berkomentar, menunjukkan diri, atau mencari apapun. Tak peduli dimanapun tempatnya, asalkan bisa membuat kita nyaman. Kita menghindari berinteraksi dengan orang lain, menghindari perasaan kesepian. Ada yang bilang smartphone itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat namun itu balik lagi ke pemakainya masing-masing, bagaimana kita menggunakannya dan untuk keperluan apa.

Kembali lagi ke topik awal, “Aku penasaran bagaimana rasanya dulu saat sebelum sekarang ini?”. Saat kita benar-benar hidup saat ini, lebih sering mendengarkan orang lain dan tidak lupa juga mendengarkan suara dari dalam diri sendiri. Saat ketulusan, kejujuran masih ada dan rasa kemanusiaan berada di atasnya. Jangan sampai ke depannya, kita “nyata di dunia maya dan maya di dunia nyata”.

You May Also Like

0 comments