Storm
"And once the storm is over,you won't
remember how you made it through, how you managed to survive. You won't even be
sure whether the storm is really over. But one thing is certain,when you come
out of the storm, you
won't be the same person who walked in. That's what this storm's all about.” ~ Haruki
Murakami
Pernahkah kau mengalami saat yang buruk dalam hidupmu? Satu pengalaman yang membawamu pada kesedihan yang dalam, marah, kecewa, cemas, dan kau merasa tidak mampu lagi melanjutkan hidupmu. Satu hari yang selalu kau ingat dalam ingatan, hinga tanpa kau sadari hari itu telah berlalu, dan kau ternyata mampu melewati itu semua hingga hari ini.
Setiap orang punya hari itu, saat kita benar-benar merasa
jatuh begitu dalam dan membutuhkan uluran tangan orang lain untuk bangkit
kembali. Sementara bagiku, saat itu ialah pada pertengahan bulan Juni 2018,
hari disaat aku menabrak seorang ibu bersama anaknya yang masih bayi itu.
Disaat aku sedang belajar
untuk menyelamatkan hidup orang lain, hampir saja aku malah membunuh satu nyawa
orang. Sampai hari ini, setiap potongan kejadian
pagi itu masih terus melekat dalam ingatanku. Di pagi yang tergesa-gesa, aku membonceng
temanku mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi karena sudah kesiangan
menuju tempat pertemuan. Ngebut yang berakhir maut, di sebuh jalanan lurus
seorang ibu mengendarai motor tiba-tiba menyebrang dari arah kiriku. Belum sempat
aku menghindar sehingga kedua motor saling beradu, menyisakan puing-puing
kendaraan dan penyesalan.
Aku panik, takut, kesakitan, mencoba bangkit walau ku
lihat sekitar mulai gelap. Pertama aku cari teman yang ku bonceng, syukurlah
dia baik-baik saja. Lalu ku dengar suara ibu memanggil nama anaknya, “Anakku,
anakku”. Dada ku berdebar kencang, takut kalau sesuatu yang buruk terjadi pada
anak itu. Pikiranku sudah melayang entah kemana, namun dengan sisa harapan aku bantu
memindahkan anaknya yang mulai tidak sadarkan diri ke pinggir jalan, bingung
dengan apa yang harus ku lakukan. Sementara orang-orang mulai berdatangan dan kendaraan
di jalan berkerumun memperhatikan apa yang terjadi.
Di saat-saat memilukan, tiba-tiba muncul seorang ibu
menaiki motor entah dari mana datangnya. Dia langsung menawarkan bantuan akan
mengantar anak itu ke Rumah sakit terdekat. Tanpa berpikir panjang aku langsung
mengangkat adik tersebut, walau dengan tanganku yang nyeri susah digerakkan dan
menggendongnya di pelukanku. Anak itu berumur sekitar tiga tahun, bola matanya
hitam, wajahnya manis polos tanpa dosa seperti anak kecil pada umumnya. Namun yang
membuatku tambah takut, di jalan dia cuma diam saja, bernafas susah. Aku
mencoba mengajak dia mengobrol dan menguatkannya sambil terus
berdoa. Lama setelah itu aku menyadari, ada bantuan Tuhan dalam pagiku yang
kelam ini.
Beberapa menit kemudian kami tiba di rumah sakit,dan dokter yang mengenaliku langsung membantu merawat adik kecil yang aku bawa. Yang ku harapkan pada waktu itu hanyalah kesembuhan anak tersebut. Aku bingung, panik, orang tua anak itu juga sudah tiba di rumah sakit dan aku mencoba menenangkan dan meminta maaf kepada meraka.
Pada waktu itu, aku hanya bisa berharap kepada yang di
Atas. Dan beliau mengirimkan orang-orang yang sayang padaku. Aku ditemani oleh
dua orang sahabatku, kami tidak jadi mengikuti pertemuan tersebut. Mereka menemaniku
melewati hari ini, menenangkanku. Aku menelpon ibuku dan beliau berkata, “Tenang
saja ya, semuanya akan baik-baik saja”
Akhirnya di saat-saat terberat, tempat kita kembali
adalah pada pelukan ibu. Tempat semua penyesalan dan rasa bersalah lebur
menjadi benih-benih harapan.
Hari berjalan begitu pelan, pengalaman di jalan tadi masih
begitu jelas ku rasakan. Jalan
menyimpan banyak cerita, tentang suka dan duka. Namun syukurlah semuanya sudah berlalu,
syukur adik itu baik-baik saja pada akhirnya walau harus dirawat selama satu
hari di rumah sakit. Begitu juga aku harus berurusan dengan kepolisian dibantu
oleh bapakku. Bapak yang selalu memberiku kekuatan untuk melewati masa-masa
sulit.
Semenjak kejadian itu aku tidak berani ngebut di jalan. Bukan
karena untuk keselamatan diriku semata, melainkan ada banyak nyawa di jalanan
ini. Setelah ini, aku bertekad untuk belajar lebih keras untuk menyelamatkan
nyawa orang lain.
0 comments