Buku - The Celestine Prophecy

by - Maret 25, 2019


“Ada semacam kebangkitan dalam kesadaran, yang berlangsung secara perlahan. Tidak bersifat agamawi, melainkan spiritual. Kita tengah menemukan sesuatu yang baru tentang kehidupan manusia di planet ini, tentang makna eksistensi kita. Dan pengetahuan ini akan mengubah hakikat manusia secara dramatis.”

Saat membaca “The Celestine Prophecy” karya James Redfield ini, aku langsung dibawa pada sebuah perenungan yang mendalam. Pada sebuah ajaran universal yang apabila diresapi lebih dalam seharusnya dapat diterima oleh semua orang untuk membawa kebahagiaan dunia. Buku ini tentu saja dapat mengajarkan banyak pelajaran dan prinsip mengenai keadaan spiritualitas di era teknologi, serta komunitas manusia pada umumnya.

Novel ini menceritakan tentang sembilan manuskrip kuno yang ditemukan di pedalaman hutan dan pegunungan Peru, yang berisi sembilan wawasan rahasia yang dapat menuntun umat manusia ke arah kehidupan spiritual yang lebih tinggi, serta menciptakan transformasi besar saat manusia telah mencapai tingkatan tersebut.

Di cerita ini disampaikan bahwa pemerintah Peru ingin memusnahkan seluruh salinan manuskrip ini dengan dukungan pihak gereja pimpinan Kardinal Sebastian. Namun salah seorang pastor berhasil menyebarkan salinan manuskrip itu, di antaranya kepada Charlene, seorang peneliti dari Amerika. Ketika kembali ke negaranya, Charlene menceritakan pengalamannya kepada seorang teman lama. Pria ini tertarik untuk berangkat ke Peru dan di sana ia terlibat dalam petualangan menyelamatkan delapan wawasan yang sudah ditemukan sekaligus mencari wawasan yang ke sembilan.

Dari berbagai peristiwa, pria ini mempelajari satu demi satu wawasan sampai akhirnya ia tertangkap dan dijebloskan ke penjara. Dalam tahanan, seorang pastormemberitahukan bahwa pemerintah Peru berhasil menghancurkan manuskrip itu. Itu berarti setiap orang yang pernah mempelajarinya harus mengingat isinya baik-baik dan menyampaikan pesannya pada orang-orang yang mau mendengar. Kisah ini ditutup dengan pria tersebut dibebaskan dan dikembalikan ke negaranya, dan mungkin tugasnya untuk juga mencari wawasan selanjutnya yaitu wawasan ke sepuluh.

Pada intinya, novel ini bertumpu pada premis bahwa masyarakat kita saat ini sedang mengalami perubahan besar-besaran mengenai keadaan spiritualitas dalam budaya kita. Dalam arti tertentu, ini benar, banyak individu dalam budaya barat sebenarnya menyerahkan sistem kepercayaan yang dikenal sebagai agama-agama Ibrahim, kepada kepercayaan Timur seperti Taoisme atau Buddhisme. Pemberontakan intelektual terhadap sistem kepercayaan tradisional ini telah menghasilkan banyak individu yang merangkul sistem pemikiran pseudo-filosofis dan spiritual yang baru. Namun, novel ini tidak bertumpu pada sistem kepercayaan apa pun yang telah dibuat. Alih-alih, dalam buku ini, James Redfield berupaya menciptakan aliran pemikiran spiritual baru, dengan gagasan dan ajarannya sendiri. Aliran pemikiran baru ini diilhami oleh aliran spiritualitas timur, namun sama sekali berbeda.

Pada catatan lain, tema yang dieksplorasi dalam novel ini adalah untuk kembali ke bentuk spiritualitas yang lebih tua. Ini dinyatakan dalam sembilan wawasan sebagai umat manusia harus berkembang ke akar spiritual, di mana Bumi, dan semua bentuk kehidupan dipandang sebagai energik dan sakral. Tema sentral yang dieksplorasi dalam novel ini tentang menyerahkan diri pada tatanan karma alam semesta. Hal ini secara material dapat diartikan sebagai pemisahan diri seseorang dari bentuk hierarki dan kekuasaan, dimana manusia hanyalah satu bagian kecil dari semesta dan bukannya sebagai penguasanya.

Sebagai kesimpulan, The Celestine Prophecy adalah sebuah novel yang mengadvokasi perubahan drastis dalam keseluruhan umat manusia. Hal ini melibatkan pada kembalinya kita ke bentuk awal pencerahan spiritual, seperti yang dilakukan oleh leluhur kita. Hanya di era ini kita terhubung secara spiritual dengan tatanan kosmik alam semesta. Di era modern, kita harus berusaha menghilangkan setiap penghalang yang memisahkan kita dari tatanan ini, termasuk peradaban dan humanisme itu sendiri.



You May Also Like

1 comments