Why to Live
Kali ini aku tak ingin menyalahkan
era media sosial yang membuat orang memandang dirinya rendah, merasa hidupnya
tak berarti sementara orang lain diliputi oleh kesuksesan, kebahagiaan dan
dikelilingi banyak teman. Tapi ya begitulah juga. Aku hanya merasa, belum cukup
baik menjalani kehidupan.
Apa yang ku cari?
Apa yang ingin ku capai? Siapa aku?
Tolak ukur kebahagiaan manusia pada era ini yaitu:
Mereka yang bisa merasakan banyak pengalaman: mengunjungi
banyak tempat, ikut banyak kegiatan, punya banyak hobi.
Mereka yang dikelilingi banyak teman atau selalu bersama
pasangan.
Mereka yang setiap hari ada di media sosial.
Lalu bagaimana dengan orang yang
lebih memilih menepi sendiri? Tidakkah mereka layak untuk bahagia?
Oh ya aku lupa, adalah kebutuhan
dasar manusia untuk diakui oleh orang lain, dianggap ada di dunia ini. Maka tak
salah jika ia berlomba-lomba menunjukkan eksistensi pada dunia. Menunjukkan diri
mereka dengan penuh kebahagiaan. Hanya untuk mendapat pengakuan.
Apa artinya pertemanan yang luas
namun dangkal?
Apa artinya pengalaman yang
banyak namun semu?
Apa artinya terlihat bahagia
namun menderita di dalam?
Apa artinya hidup tanpa makna?
Aku banyak tak setuju tentang
hal, bukan semata-mata karena aku tak menyukainya, melainkan karena aku tak
bisa mencapainya. Ah ironis sekali.
Aku benci temanku yang sering ke
luar negeri.
Aku benci temanku yang pintar
fotografi.
Aku benci temanku yang jago main
musik.
Aku benci temanku yang sering
kumpul bersama teman.
Aku benci temanku yang bebas
ekspresikan kata di media sosial.
Aku benci temanku yang statusnya jadi trending topic.
Aku benci temanku yang baca
banyak buku.
Aku benci temanku yang ikut
banyak kegiatan.
Dan lain-lainnya.
Sementara aku hanya jadi
penonton. Membenci setiap kesuksesan mereka, padahal mereka temanku. Aku munafik
sekali. Sebenarnya aku lah orang jahat itu, yang terus mengagungkan kebaikan
hatiku, kesederhanaan jiwaku. Aku tak bisa mencapai itu semua makanya aku
membenci mereka.
Lalu, sekarang bagaimana?
Apa jawaban dari setiap
pertanyaanku? Setiap pergulatan batinku?
Why
to live?
Salah satu kebahagiaan ialah saat
kita terhubung dengan orang lain. Dulu rasanya aku merasa lebih hidup saat aku
sibuk dengan banyak aktifitas, bertemu dan bercengkrama dengan banyak orang. Sementara
sekarang aku lebih sibuk dengan diri sendiri, membangun diri. Manakah yang
lebih baik? Yang lebih abadi?
Mungkin ada baiknya aku lebih
banyak belajar tentang kehidupan dengan bertemu orang lain, berbagi cerita,
berbagi kehidupan. Dan semoga jawaban akan berada seiring dengan perjalanan.
19/10/2018
0 comments