Buku ini menceritakan
tentang hari-hari yang dijalani Mitch Albom bersama profesornya dulu yang
bernama Morrie yang tengah menjalani hari-hari menjelang kematiannya karena mengalami
penyakit saraf yaitu ALS. Di buku ini
dilukiskan dengan begitu indah bagaimana seorang yang menjelang tutup usianya
membagikan tentang makna kehidupan dan nilai-nilai yang harus kita miliki dalam
hidup.
Setelah terpisah selama sekian tahun semenjak kelulusannya, Mitch tidak pernah bertemu lagi dengan dosen kesayangannya tersebut hingga suatu hari saat dia melihat profesornya di layar TV sedang menceritakan kondisi penyakitnya yang mengenaskan. Saat itu Mitch bekerja sebagai jurnalis yang kaya, kondisi hidup yang penuh ambisi namun tak bahagia. Hal itu membuat Mitch ingin bertemu kembali dengan profesornya dan untuk menunaikan janjinya bertemu dahulu. Morrie menyambutnya dengan hangat dan bersemangat, seperti yang dia lakukan sejak dahulu walaupun mereka sudah tidak bertemu selama bertahan-tahun. Dan mereka berbincang tentang kehidupan dan kematian setiap minggu tepatnya hari selasa dan itu seperti tugas terakhir yang sedang mereka selesaikan. Temanya yaitu tentang "Makna Hidup" dan walaupun tidak ada ujian akhir, namun ia diminta untuk menuliskan setiap kisah yang ia terima dalam sebuah buku ini.
Di buku ini Morrie menyampaikan tentang begitu banyak orang yang menjalani hidup tanpa makna. Mereka seperti setengah sadar di saat mereka melakukan sesuatu yang sebenarnya tidaklah penting. Hal ini karena kita mengejar sesuatu yang salah. Cara agar kita mendapatkan makna hidup yaitu dengan mengerahkan diri untuk mencintai orang lain, mengerahkan diri untuk lingkungan di sekitar kita dan mengerahkan diri untuk membuat sesuatu yang memberi kita tujuan dan makna dalam kehidupan.
Setiap hari selasa mereka berbincang tentang banyak hal, seiring dengan kondisi kesehatan Morrie yang semakin memburuk. Di awal mereka berbicara tentang dunia secara keseluruhan. Semenjak sakit Morrie merasa semakin peduli terhadap dunia dan bahwa dia adalah bagian dari semesta ini. Dia merasa bahwa kesulitan orang lain adalah kesulitan dia juga. Morrie juga membahas tentang kematian, dimana dia menganggap bahwa di budaya sekarang kita terlalu takut dengan kematian padahal itu ialah bagian dari kehidupan. Kita harus bisa merangkul kematian dengan begitu kita bisa tulus menjalani kehidupan, "once you learn how to die, you learn how to live".
Begitu juga mereka membicarakan tentang banyak aspek lain dari kehidupan seperti tentang bagaimana kita sering merasa bersalah terhadap diri sendiri, tentang rasa penyesalan, keluarga, emosi, pernikahan, rasa takut terhadap penuaan, dan bagaimana memaafkan. Dalam salah satu pembahasannya, Morrie menyampaikan bahwa materi, uang, atau nama besar tidak bisa dibandingkan dengan orang yang kita sayangi. Mengetahui bahwa ada orang lain yang menyayangi kita jauh lebih penting dari semua hal materi tersebut. Oleh karena itu, dari pada fokus pada materi atau jabatan, kita harus lebih berfokus pada cinta, keluarga dan kasih sayang. Seperti kutipan yang ia sampaikan, "love someone or perish".
Akhir buku ini ialah bagaimana Morrie akhirnya menemui kematiannya namun ia sudah benar-benar siap dengan hal tersebut. Banyak hal yang di dapatkan Mitch dari gurunya tersebut yang membuat ia jadi percaya bahwa tidak ada hal yang terlambat dalam hidup ini dan kita harus menjalani kehidupan ini dengan sebaik mungkin serta berguna bagi orang lain.
"A teacher affects eternity, he can never tell where his influence stop".