Special Needs Children
Jika jiwa adalah sesuatu yang
membuat kita hidup, apakah orang dengan gangguan jiwa tak layak untuk hidup?
Jika kebahagiaan berasal dari
pikiran kita, lalu bagaimana dengan mereaka yang pikirannya terganggu, apakah
mereka tidak bisa merasakan bahagia?
Ingatanku melayang saat melihat
seorang anak dengan down sindrom di televisi, kembali pada saat-saat dimana aku
menjadi relawan di sebuah yayasan untuk anak berkebutuhan khusus di daerahku.
Pada waktu itu aku ingin melakukan sesuatu untuk orang di sekitarku dan memberi
manfaat bagi orang lain. Disana aku bertemu dengan banyak anak-anak
berkebutuhan khusus dan orang tua mereka, menghabiskan waktu bersama mereka
yang dikatakan “tidak normal” oleh orang lain, mereka yang disingkirkan oleh
dunia, mereka yang seperti tidak diinginkan keberadaanya.
Namun aku merasakan ada kebahagiaan
di tempat ini. Tempat ini menjadi rumah bagi mereka dimana mereka bisa
berkumpul, bermain, belajar dengan sesamanya. Mereka senang berada di sini dan
bahkan ada yang merasa sedih setiap kali waktu pulang. Dan yang terpenting
mereka merasa bahwa hidup tidak hanya terdapat hal buruk, ada banyak yang bisa
membuat bahagia, itu pun jika mereka bisa memikirkan hal itu. Namun yang aku
lihat, dari wajah-wajah anak yang polos ini, mereka benar-benar bahagia. Ada
yang menari dengan bebas, bermain dengan teman, mengerjakan kerajinan tangan,
makan bersama, dan hal lainnya.
Ada hal lain juga yang membuatku
tersentuh yaitu saat mereka mau dan bisa membantu teman mereka yang kesulitan.
Seperti membantu mendorong kursi roda temannya yang lumpuh, menyuapkan makanan
pada teman yang susah, membantu mengajari teman yang ingin mengambar, dan tidak
sulit untuk melihat kebaikan yang tulus disana. Aku yakin kebaikan adalah
sesuatu yang universal, dan merupakan dasar dari manusia. Bahkan pada mereka
yang tidak sempurna (memang tidak ada manusia yang sempurna) masih menyimpan
sifat kebaikan tersebut.
Setelah berada disana, aku baru
menyadari bahwa bukanlah aku yang banyak memberikan pelajaran pada mereka,
namun justru sebaliknya. Aku mendapat banyak hal yang selama ini tidak pernah
ku lihat, tentang bagaimana kehidupan anak-anak yang kurang beruntung seperti
mereka, tentang bagaimana orang tua tetap sayang dan mengusahan yang terbaik
untuk anak mereka tersebut, tentang bagaimana kita mensykuri kehidupan, tentang
bagaimana kita yang lebih beruntung ini seharusnya lebih memperhatikan mereka
yang kurang ini, tentang bagaimana cara pandang terhadap kebahagiaan.
Aku kembali fokus pada televisi,
menonton anak dengan down sindrom itu memeluk ibunya dengan tulus dan tersenyum
bahagia. Apakah mereka benar bahagia? Ah itu tidak lagi penting bagiku untuk
menjawabnya, namun aku melihat ibunya juga tersenyum memandang anaknya
tersebut. Aku menyadari mungkin kebahagiaan itu hanya ada di pikiran kita, dan
kebahagiaan terkadang muncul saat kita bisa menerima setiap keadaan yang ada
pada diri kita saat ini. Dan dengan kondisi hidup seperti itu, mereka juga
layak untuk bahagia.
0 comments