Suffering

Jika aku ingat, aku sudah
mengalami gejala penyakit ini sejak beberapa bulan sebelumnya. Awalnya aku
merasa lemas-lemas tidak jelas saja, aku kira hanya karena kurang olahraga dan
makan teratur. Namun lemas ini tak kunjung hilang, bahkan semakin parah. Dua minggu
aku batuk berdahak berwarna puti h kental, produktif sepanjang hari. Disertai juga
dengan nyeri dada, perasaan sesak nafas dan berat badan menurun padahal tidak
ada masalah dengan nafsu makan. Aku yang mempelajari berbagai penyakit tidak
sadar kalau aku mengalami penyakit yang serius. Begitu juga ibuku yang hanya
memberiku antibiotik dan obat biasa saja. Bahkan aku sempat kesal dengan ibuku
karena tidak serius dalam menanggapi keluhanku.
Beberapa hari kemudian aku mulai
batuk berdarah, darah berwarna merah segar. Aku mulai yakin bahwa ada sesuatu
buruk yang sedang terjadi padaku. Aku merasa takut dan juga panik, terlebih
karena aku akan segera menjalani ujian akhir nasional dalam profesiku. Selama
beberapa hari aku terus mengutuk kondisiku pada saat itu.
Hingga akhirnya pada tanggal de lapan
itu, aku bersama ibu memeriksakan diri ke rumah sakit lagi, mengambil foto rontgen
dada dan ku lihat jelas adanya infeksi itu. Awalnya aku denial keras, tidak percaya dengan apa yang kualami ini. Tak ku
biarkan seorangpun menjebol pertahananku. Entah itu ibu, bapak, pacar, atau
nenek dan adikku yang kebetulan di rumah pada saat itu. Bibi dan omku juga
beberapa ada yang memberiku semangat lewat telepon tapi tak ada satupun yang
aku hiraukan.
Saat itu yang ku pikirkan
hanyalah aku mengutuk keadaan dan sekitarku. Aku menyalahkan orang lain atas
semua sakitku ini. Aku berpikir tentang mimpi di tahun ini yang tidak bisa ku
capai, tentang ujianku yang akan segera datang, dan aku merasa tak ada satupun
teman juga yang peduli padaku.
Sepanjang hari setiap anggota
keluarga datang menghampiriku memberi semangat tapi aku cuma diam saja membatu.
Hingga akhirnya pada malam hari ibu datang ke kamarku, meminta maaf kalau dia memiliki
salah atas penyakitku, mengatakan akan berjuang bersama untuk menyembuhkan
sakitku. Pertahananku luluh dan kami menangis bersama. Disana aku merasakan
sayang yang begitu dalam dan aku merasa dicintai.
Akhirnya hatiku kembali bangkit,
setelah semua fase denial, marah, menyalahkan orang lain, depresi akhirnya aku
bisa menerima semua kenyataan yang aku alami ini. Aku mengikuti instruksi untuk
menjalani pengobatan selama enam bulan. Dua bulan pertama menjalani tahap
intensif minum obat setiap hari lalu 4 bulan berikutnya menjalani tahap
lanjutan. Aku mulai terbuka pada teman-temanku, membagi cerita apa yang ku
alami pada mereka dan aku sadar bahwa masih ada yang peduli padaku.
Waktu berlalu dan tidak terasa enam
bulan sudah aku menjalani pengobatan. Banyak peristiwa kehidupan juga yang
telah ku lalui mulai dari kelulusan profesiku, aku membantu di yayasan,
memelihara anjing, ikut penelitian dan lainnya. Enam bulan yang tidak mudah,
namun dengan bantuan dan dukungan berbagai orang aku mampu melewatinya dengan
baik dan dinyatakan sembuh dari penyakitku ini.
Dari semua kejadian yang
menimpaku di awal hingga pertengahan tahun itu aku berpikir, jika semua hal
memiliki makna apakah makna dari seluruh penderitaan ini? Apakah derita hanya
untuk melengkapi suka? Dan semua yang terjadi hanyalah kesia-sia?
Dalam perenungan itu aku
menyadari bahwa apa yang aku alami ini memiliki pelajaran, yaitu untuk
menyiapkan diriku agar semakin bertumbuh dan agar aku lebih bersyukur tentang
apa yang aku miliki. Aku diberi rasa sakit agar aku bisa memahami rasa sakit
yang orang lain miliki. Bahwa sakit itu bersifat subjektif, personal sehingga
kita tak boleh meremehkan setiap keluhan orang. Bahwa bagaimana kita ingin
diperlakukan saat sakit dan bahwa rasa sakit itu akan selalu ada. Terkadang kesehatan
baru terasa mahal saat kita sedang sakit jadi janganlah lupa untuk selalu menjaga
kesehatan.
Selain itu aku juga diminta
menyadari bahwa masih banyak orang di sekeliling yang menyayangiku, yang peduli
padaku. Mereka ialah kedua orang tuaku, keluargaku, teman-teman, dan tentu saja
Pencipta. Mereka bersedia mengorbankan waktu, emosi, tenaga hanya demi diriku. Itu
yang perlu aku syukuri. Terkadang kita terlalu fokus pada diri sendiri sehingga
sering mengabaikan kehadiran mereka. Oleh harena itu mulailah semakin peduli
kepada malaikat yang dihadirkan ke dunia untuk kita tersebut.
Selalu ada makna bahkan dalam setiap
penderitaan. Yang perlu kita lakukan ialah lebih menyadari makna tersebut dan
tidak terlalu larut dalam setiap kesedihan yang menyertai penderitaan. Karena suka
dan duka ialah sebuah niscaya, maka yang perlu dilakukan ialah hidup dengan
sebaik-baiknya.
0 comments