Ibuk: Novel by Iwan Setiawan

by - Desember 03, 2016

“Seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat. Buatlah pijakan yang kuat.”

Sebuah novel berjudul Ibuk, karya dari Iwan Setiawan. Novel tentang pengalaman hidup sebuah keluarga yang kecil, serba kekurangan dari segi materi, namun tak pernah kekurangan cinta. Di keluarga kecil, di daerah Batu di kaki Gunung Panderman, mereka bertahan melawan kerasnya dunia.

Kisah tentang kasih sayang yang tulus dan kerasnya usaha Bapak dan Ibuk mampu membesarkan lima orang anaknya dan membawa perubahan kepada keluarga mereka. Sebuah kisah yang sangat menginspiratif, mengharukan dan memberi makna tentang kehidupan.

Kisah ini berawal dari Tinah (Ibuk), yang saat itu masih belia. Suatu pagi di Pasar Batu telah mengubah hidupnya yaitu ketika ia bertemu Sim, seorang kenek angkot, seorang playboy pasar yang berambut selalu klimis dan bersandal jepit, hadir dalam hidup Tinah lewat sebuah tatapan mata. Keduanya menikah, mereka pun menjadi Ibuk dan Bapak.

Lima anak terlahir sebagai buah cinta. Hidup yang semakin meriah juga semakin penuh perjuangan. Angkot yang sering rusak, rumah muungil yang bocor di kala hujan, biaya pendidikan anak-anak yang besar, dan pernak-pernik permasalahan kehidupan dihadapi Ibuk dengan tabah. Air matanya membuat garis-garis hidup semakin berwarna.

Isa, Nani, Bayek, Rini dan Mira. Merekalah kelima buah hati Ibuk yang memberi warna pada keluarga ini. Berbagai permasalahan kehidupan mereka lalui, bukan sebagai sebuah penderitaan melainkan perjuangan yang harus dijalani. Bapak setiap hari kerja membanting tulang tanpa kenal lelah untuk membiayai kebutuhan keluarga dan sekolah anak-anak. Sementara ibuk mengerjakan semua kerjaan rumah dan anak seperti bersih-bersih, memasak, memberi makan anak dan lainnya. Kelak, apa yang dilihat dari kedua orang tuanyalah yang membuat anak-anak semakin mencintai keluarga mereka.

Memiliki Bapak dan Ibuk yang senantiasa bekerja tanpa lelah dan penuh sayang kepada anaknya membuat anak-anak menjadi mengerti. Mereka sadar akan kehidupan dan mulai membantu pekerjaan di rumah. Mereka saling menguatkan, dalam bahagia, dalam sedih mereka saling bersama. Karena disini mereka diajarkan bahwa keluarga adalah yang utama.

Setelah perjuangan selama bertahun-tahun akhirnya kelima anak Ibuk sudah besar dan sukses. Ada yang sudah sekolah hingga tinggi, bekerja dan menikah. Satu anak yang membuka jalan rejeki bagi keluarga ini adalah Bayek. Dialah yang sejak kuliah sudah merantau ke Bogor, lalu sempat bekerja di New York selama 10 tahun. Dari sana dia mendapat cukup uang untuk kedua orang tuanya dan keempat saudarinya, untuk memperbaiki seluruh kehidupan mereka.

Kehidupan Bayek penuh dengan perjuangan, untuk keluarganya tercinta, untuk Bapak dan Ibuk. Setelah usai menunaikan tugasnya, ia kembali ke Indonesia. Mulailah dia menulis untuk membagikan apa yang dia alami dan pelajari kepada masyarakat luas. Ia ingin merubah kehidupan dua tigak anak supir angkot sepertinya untuk sukses di kehidupan.

Begitulah kisah ini berakhir, tentang keluarga kecil di kaki Gunung Panderman yang penuh cinta. Tentang perjuangan Ibuk yang dengan penuh kasih sayang membesarkan anaknya. Tentang kerinduan yang begitu dalam dari anak-anak kepada orang tuanya. Rindu akan masakan ibuk, belaian, tatapan serta pelukannya.

Kisah yang cocok bagi anak-anak yang merantau ke luar daerah demi mencari rejeki, demi menemukan kehidupan. Jauh dari keluarga dan hangatnya kampung halaman. Kuatkanlah dirimu di rantauan sana karena selalu ada doa Ibuk yang menemanimu disana. Muncul rasa rindu yang mendalam saat membaca kisah ini, dan semoga rindumu itu bisa diobati setelah melihat wajah bahagia kedua orang tuamu.

“Hidup memang menantang. Hidup kadang melempar, kadang menampar. Tapi hidup terlalu megah untuk diakhiri oleh diri sendiri. Bukankah keindahan hidup sering kali ditemukan dalam pilu?”

“Hidup adalah perjalanan untuk membangun rumah untuk hati. Mencari penutup lubang-lubang kekecewaan, penderitaan, ketidakpastian, dan keraguan. Akan penuh dengan perjuangan. Dan itu yang akan membuat sebuah rumah indah.”

You May Also Like

0 comments