Felling Lonely
Semakin bertambahnya umur ini, rasanya aku semakin mengenal banyak hal tentang
kehidupan. Semakin banyak hal yang aku dapat begitu pula yang aku tinggalkan. Aku
menyadari tentang sesuatu datang dan pergi begitu cepatnya. Begitu pula pada
akhirnya yang tersisa hanya aku seorang diri.
Kita
dilahirkan ke dunia seorang diri, walau melalui perantara orang lain. Kita menjalani
masa anak-anak, remaja hingga dewasa. Pada beberapa masa awal kita masih
ditemani oleh orang tua yang mengajarkan kita hingga siap menjalani fase
berikutnya. Di masa remaja kita mulai belajar sendiri, mengenali diri sendiri
dan dunia ini. Dan di masa akhir, kita benar-benar hidup seorang diri.
Ada
kala dimana kesendirian begitu tidak mengenakkan. Maksudku dunia ini begitu
ramai, di sekeliling banyak orang, namun kita merasa kesepian, seorang diri. Kita
merasa terlupakan oleh dunia, kita merasa gagal bersaing dalam kehidupan ini. Dan
kesendirian ini seakan membunuh kita.
Ada
sebuah cerita tentang seorang pengelana yang tersesat di pegunungan bersalju
seorang diri. Berhari-hari ia disana mencoba bertahan hidup, hingga akhirnya
kematian menghampirinya. Yang menyebabkan ia mati bukanlah kedinginan atau
kelaparan, melainkan perasaan kesendirian yang menggerogotinya. Ia merasa
sendiri dan tidak ada arti dalam menjalani hidup ini.
Lalu
bagaimana caranya menghadapi perasaan kesendirian seperti ini? bagaimana tetap
memiliki semangat hidup saat kita merasa kesepian? Bagaimana untuk tetap
bertahan saat merasa tak ada yang layak untuk diperjuangkan?
Saat
aku menyelami perasaan kesepian yang ada dalam diriku aku mendapatkan bahwa
menjadi sendiri adalah pilihan kita sendiri. Kita ingin hidup sendiri, “being
alone” adalah pilihan kita, yang mana kita ingin menjalani hidup ini seorang
diri. Namun perasaan kesendirian adalah berbeda, “lonely” adalah sebuah
perasaan saat kita merasa hampa, tidak ada orang yang menemani kita dalam
kehidupan ini.
Setelah
direnungkan kembali, aku sadar bahwa kita dilahirkan memang sendiri dan hingga
akhir pun kita sendiri. Kita hidup untuk mengenal orang lain, saling mengenal,
saling memberi makna pada orang lain. Our
lives aren’t just measured in years. They’re measured in the lives of people we
touch around us. Dalam hidup kita bertemu dengan banyak orang dan masuk ke
dalam hidup kita. Namun dengan banyak orang tersebut belum tentu kita terhindar
dari rasa sendiri. Dia bisa datang begitu saja.
Saat
perasaan sendiri itu muncul, cobalah untuk memahaminya daripada menolaknya. Terima
dia sebagai salah satu bagian dari perasaan ini. Pelajari dia, apa yang membuat
perasaan itu muncul dan dekaplah dia dengan erat. Maka perasaan sendiri itu
sudah tidak apa. Perasaan itu akan segera tergantikan. Hanya saja jangan sampai
kita termakan oleh perasaan itu dan membuat kita semakin terpuruk.
Saat
kita merasa sendiri dan diri ini rasanya terpuruk, percayalah kita tidak
benar-benar sendiri, jika kita mau melihat sekitar, banyak orang yang masih
peduli pada kita. Ialah orang tua kita, saudara, teman-teman, seluruh umat
manusia bahkan apabila kita mau membuka sedikit hati kita kepada mereka.
Selain
itu, bersyukur atas apa yang sudah kita lakukan selama ini. Mungkin benar
banyak hal yang belum kita capai dalam hidup, atau kita sering merasa sendiri. Apabila
kita sering melihat keatas atau kesamping maka kita tidak akan pernah
bersyukur. Cobalah sesekali melihat ke dalam, lihat ke diri sendiri dan terima
apa yang kita miliki.
Bahkan
disaat terburuk sekalipun, disaat kita merasa benar-benar sendiri, yakinlah
bahwa kita masih memiliki diri sendiri. Saat kita bisa berdamai dengan diri
sendiri, berdamai dengan kesendirian, maka semua yang terjadi dalam kehidupan
ini sudah tidak apa.
0 comments