Born to Be Different
Aku bangun seperti orang
kebanyakan. Aku menggunakan pakaian seperti yang orang lain gunakan dan menggunakan
kendaraan seperti yang orang lain kendarai. Setiap hari aku membicarakan
sesuatu yang umumnya orang bicarakan, aku berperilaku dan berbuat sesuai dengan
yang disepakati oleh semua orang serta aku menjalani hari-hariku sama seperti
orang lainnya. Hingga akhirnya, aku menutup mata dengan cara lazim yang
digunakan oleh setiap orang.
Kehidupan ini sudah menentukan,
baik secara tertulis maupun tidak tertulis tentang apa saja yang boleh dan
tidak boleh kita lakukan. Seakan membuat kita seragam dengan semua orang, dan
yang berbeda atau menentang akan dibuang, terlepas dari hal itu benar ataupun
salah. Kita diarahkan untuk mengikuti semua kaedah-kaedah yang ada, walaupun
kita tidak tahu apakah itu mempunyai maksud yang baik atau buruk. Intinya kita
harus berbuat sama.
Ada orang yang dikucilkan karena
dia miskin, ada orang yang dijauhi karena dia cacat, ada orang yang tidak mau
diterima karena dia banyak bicara, atau mungkin ada orang yang disingkirkan
karena dia berprestasi atau menaati aturan. Benarkah kita dilahirkan untuk
menghargai perbedaan? Atau kita terlalu munafik untuk membenarkan bahwa kita
egois?
Aku pernah mendengar sebuah
cerita dari temanku, di sekolah misalnya dia sangat jujur dan tidak mau
menyontek saat ujian. Namun ‘budaya’ di sekolahnya mengharuskan dia untuk bisa
bekerjasama saat ujian, ya mencontek. Dia menolak dan tetap pada idealismenya -
yang benar - untuk tidak mencontek. Hasilnya ya tentu saja, dia dikucilkan di kelompoknya
dan dianggap orang yang sok baik sehingga berakhirlah ceritanya. Apakah kita
sudah buta dalam menyikapi suatu perbedaan sehingga tidak mampu menentukan mana
yang baik dan buruk? Atau apakah kita masih menerapkan konsep klasik bahwa
kalau bersama-sama pasti benar, dan bukannya benar dipakai bersama?
Setiap orang memang dilahirkan
tidak sama, baik disengaja ataupun tidak, namun itulah kenyataannya. Lalu apa
masalahnya terhadap perbedaan tersebut? Bukankah perbedaanlah yang membuat
hidup ini semakin berwarna? Layaknya taman bunga, warna warni dari bunga
tersebutlah yang membuat tempat itu menjadi semakin indah, dibandingkan dengan
sehamparan tanaman yang monoton. Lalu bagaimana dengan manusia, apakah kita
memang lebih suka hidup dengan sesuatu yang homogen?
Setiap manusia diciptakan
memiliki pikiran dan hati, yang membuatnya bisa menentukan mana yang baik
buruk, benar salah. Begitu pula selayaknya seorang manusia, mampu menggunakan
anugerah yang diberikan tersebut, termasuk dalam menyikapi suatu perbedaan.
Seperti hal-hal teoritis yang sering disampaikan, “perbedaan itu bukanlah
masalah tapi anugerah”. Mungkin kata-kata ini tetap takkan bermakna sampai kita
berhenti meyakini dan memuja saja kata-kata tersebut dan mulai melakukan
tindakan nyata untuk mewujudkannya.
Kita tentu mampu menggunakan hati
nurani kita untuk menentukan mana yang benar dan salah. Kita harusnya sadar, ya
sadar tentang hidup ini. Dan menerima bahwa hidup ini memang penuh dengan
perbedaan (anugerah). Saat kita sudah mulai bisa menerima, maka kita akan bisa
menghargai setiap perbedaan yang ada. Karena memang untuk itulah manusia
dilahirkan, bahwa kita hidup untuk menjalani perbedaan, dan perbedaan itulah
yang membuat kita merasa hidup.
0 comments