Cerpen - Perempuan Berbaju Merah

by - Maret 13, 2019


Hei, apa kabarmu gadis kecilku? Jika kamu membaca surat ini artinya umurmu sudah tujuh belas tahun, bukankah begitu nak? Kalau tidak maka aku akan marahi ibumu yang telah mengingkari janji memberikan surat ini sebelum waktunya. Akhirnya selamat ulang tahun ya nak, semoga hidupmu dipenuhi dengan cinta dan kebahagiaan.

Benar sekali. Ini adalah aku, ayahmu. Mungkin tidak banyak yang bisa kamu ingat dari diriku karena aku meninggalkanmu saat usiamu sangat kecil. Waktu itu kamu sangat lincah sekali, berlarian di dalam rumah, memecahkan beberapa perabotan dan mengacaukan pakerjaan ibumu. Dan dulu, kita melakukan banyak keseruan bersama, dalam sebuah keluarga yang begitu bahagia.

Tapi maaf karena meninggalkanmu di usia yang sangat dini, bahkan saat kamu belum mengerti arti kata maaf itu. Namun sebelum pergi, aku selalu menitipkan pesan kepada ibumu agar menjaga dan membesarkanmu menjadi perempuan yang tangguh. Aku menuliskan beberapa surat untuk tetap dekat padamu. Salah satunya ialah surat ini, yang baru bisa kamu baca saat usiamu tujuh belas tahun dan kamu mulai mengerti tentang inti kehidupan, khususnya cinta.

Mari kita mulai saja, aku akan menceritakanmu sebuah kisah dan ku harap kamu tak mengantuk membacanya nak. Kisah ini ialah tentang pertemuan dua insan manusia. Namun jangan berharap ada banyak adegan romantis didalamnya karena ini hanyalah kisah biasa, kisah biasa yang penuh dengan cinta.

Masa mudaku dulu ku jalani dengan sangat membosankan nak. Sampai kuliah aku hanya habiskan waktu untuk belajar. Sementara di saat waktu senggang aku harus membantu ibuku menjaga toko. Tidak banyak juga hal yang bisa dilakukan oleh remaja seusiaku di masa itu nak. Aku tidak memiliki teman dekat, setiap hal ku lakukan seorang diri. Intinya, tak ada hal yang menarik terjadi dalam hidupku sampai kejadian itu.

Satu hari saat itu aku sedang menuju ke kampus menggunakan sepeda, ini adalah tahun terakhirku kuliah. Aku selalu melewati jalan yang sama selama empat tahun namun tak ada yang berbeda. Hingga akhirnya aku bertemu perempuan itu, ia adalah ibumu nak. Ia menggunakan baju merah sedang menunggu bus di sebuah halte yang biasa ku lewati. Aku tak pernah melihatnya sebelumnya. Wajahnya cantik, aku yakin kamu juga mewarisi wajah cantiknya itu. Kami saling tatap dan dia tersenyum padaku. Namun sepedaku melaju cepat dan aku meninggalkannya berlalu.

Keesokan harinya saat aku melewati jalan yang sama, tanpa sadar aku kembali menemuinya di halte itu. Dia menggunakan baju merah tersenyum padaku. Sepersekian detik aku melamun hampir menabrak seorang yang menyebrang di depanku. Perempuan itu tertawa melihat kejadian tadi, aku tambah malu dan bergegas mengayuh sepedaku lagi. Sepanjang hari aku berpikir keras tentang siapa perempuan itu, aku putuskan akan mencari tahunya keesokan harinya.

Aku sengaja memperlambat kayuhan sepedaku saat melintasi halte tersebut keesokan harinya. Awalnya aku tak menemukannya di halte itu lalu aku mengelilingi taman sekitar dan aku bertemu dengannya disana. Masih dengan baju merahnya sedang membaca buku di pojokan taman. Dia mengetahui aku sedang mencarinya lalu tersenyum padaku. Aku merasa malu lalu pergi. “Tak mungkin aku terus bertemu dengannya beberapa hari berturut-turut”, pikirku saat itu.

Akhirnya untuk yang keempat kali kami bertemu lagi. Suatu sore saat aku ingin berbelanja, aku kembali bertemu dengannya di halte yang sama. Dia duduk seorang diri di sana seperti menunggu sesuatu. Nak, sungguh tak ada hal yang kebetulan di dunia ini. Dua orang tidak mungkin bertemu secara kebetulan jika mereka tak saling mencari. Kemudian aku memberanikan diri turun dari sepedaku dan langsung berkenalan dengannya. Dia tersenyum menerima tanganku. Pertemuan yang singkat dan perbincangan yang panjang. Lalu aku mengajaknya berkencan denganku dan dia menerimanya.

Begitulah awal pertemuan ku dan ibumu nak. Pertemuan yang sederhana, seolah ada tangan lain yang menyatukan kami. Semenjak pertemuan dengan ibumu itu, kehidupanku jadi berubah seketika. Hidup yang membosankan jadi penuh warna dan kebahagiaan. Dia seperti memberi nafas baru bagi tubuhku, dialah nafas yang membuatku merasa hidup nak.

Bertemu dengan ibumu ialah sebuah hal yang ku anggap takdir dalam hidup ini. Pernahkah kamu mendengar bahwa sebenarnya manusia diciptakan berpasangan nak? Ada miliaran manusia di dunia ini dan kita hidup untuk mencari belahan diri kita yang lain itu. Dan pada hari saat aku pertama kali bertemu ibumu, saat itulah ku tahu bahwa aku mungkin telah menemukan milikku.
Aku dan ibumu melewati hari-hari yang bahagia sejak pertama kali kami berkencan. Kami sering menghabiskan waktu bersama entah itu hari libur atau hari biasa. Ibumu menemaniku saat aku wisuda, saat aku susah payah mencari pekerjaan hingga akhirnya kami menikah. Kami menghabiskan waktu bersepeda mengunjungi berbagai sudut kota, kami tiduran di taman sambil membaca buku yang kami suka, bahkan pernah satu hari kami berdua berkemah di gunung. Yang ada hanya ceria saat kami bersama karena memang begitulah artinya cinta nak.

Pernah suatu kali ibumu bertanya,”Apa itu artinya cinta?”
“Cinta tak ada artinya. Karena yang membuat arti adalah kita”, jawabku asal-asalan waktu itu sambil tertawa.
Tapi tentu saja nak, cinta tak ada artinya karena kitalah yang membuat arti cinta itu. Banyak orang yang bilang cinta tapi akhirnya hanya ada kecewa, dan itu bukanlah cinta. Sementara aku dan ibumu, kami memilih untuk saling percaya pada cinta yang kami beri arti itu.
Apakah kamu bingung nak? Ah tentu saja tidak karena kamu juga mewarisi kepintaran ibumu bukan.

Kisahku dan ibumu tidak hanya tentang hal bahagia nak, banyak pula masalah yang harus kami lewati. Mulai dari hal kecil seperti pertengkaran karena terlambat ke suatu tempat hingga hal besar yang membuat banyak piring melayang. Banyak pertengkaran yang kami alami, seperti dua pasang yang tidak akur sama sekali. Namun ku beri satu rahasia nak. Walau kami sering bertengkar tapi tak pernah sekalipun kami minta berpisah. Setiap kali kami bertengkar beberapa menit kemudian kami pasti saling meminta maaf tak peduli siapapun yang memulai pertengkaran itu. Kemudian kami bisa bermesraan lagi. Kata maaf itu begitu penting nak, bukan untuk mengakui kekalahan tapi karena ada hal lain yang lebih penting dari menang dan kalah, yaitu kita.

Suatu hubungan tidak ada yang selalu mulus nak, pasti ada saat bahagia dan menyedihkannya seperti roda yang berputar. Ngomong-ngomong tentang roda, suatu hari aku dan ibumu pernah berdebat tentang hal itu.
“Tahukah kau apa benda paling penting yang ditemukan manusia dalam hidup ini?”, aku bertanya pada ibumu.
“Tidak tahu”, ibumu menyerah setelah lama tak bisa mencari jawabannya.
“Tentu saja roda. Dulu manusia memindahkan barang dengan membawanya berjalan dan itu sangat merepotkan,” jawabku membanggakan diri.
“Ah salah. Yang lebih penting adalah cinta. Ada sejarah saat dimana manusia belum mengenalnya dan yang ada hanya peperangan, perbudakan, penindasan dan kesengsaraan. Namun cinta merubah semuanya menjadi kedamaian. Lalu mana yang lebih penting?”, ibumu membalas jawabanku dengan tertawa.

Ah ibumu selalu begitu nak, bisa mengalahkanku dengan kepintarannya. Aku juga rindu percakapan sederhana itu dengan ibumu nak. Karena memang cinta tak perlu sesuatu yang istimewa, cukup hal sederhana untuk membuat bahagia.

Aku punya rahasia kecil lagi nak. Setelah kami menikah dan kamu lahir, jawaban kami tentang sesuatu yang penting di dunia itu jadi berubah nak, yaitu kamu. Kelahiranmu melipatgandakan kebahagiaan kami. Kamulah alasan kami tetap semangat setiap harinya. Kami ingin melihatmu tumbuh dewasa, jadi perempuan yang baik dan tangguh suatu saat nanti, seperti ibumu.
Jika aku katakan ibumu bagaikan nafas yang memberi nyawa baru bagi hidupku, maka kamu bagaikan darah bagi kamu berdua. Kamu membuat hidup kami berdua berarti.

Ini yang terakhir nak, ada satu hal lagi yang ingin ku sampaikan. Sama seperti saat aku dan ibumu dipertemukan, pasti kamu bertanya, “Bagaimana caraku tahu kalau orang lain itu adalah orang yang tepat?” Bukan?
Jawabannya adalah kamu tak akan pernah tahu. Kamu tak akan tahu hingga waktunya tiba karena jawabannya justru muncul di akhir perjalanan ini. Yang perlu kamu lakukan adalah cukup menjalaninya dan percaya pada cinta. Hingga saat kamu akan pergi dari dunia kamu pasti akan tahu jawabannya. Dan sekarang aku juga baru tahu bahwa ibumu adalah orang yang tepat nak. Aku berharap kamu juga menemukan orang itu yang benar-benar kamu cintai untuk melewati kehidupan kalian bersama.

Satu informasi tambahan lagi, aku baru tahu dari ibumu saat kami sudah menikah bahwa dulu semenjak pertama kali kami bertemu di halte itu dia juga mencariku. Ibumu menunggu setiap hari di halte itu untuk bisa bertemu denganku. Juga saat dia duduk di taman, dia tahu kalau aku akan mencarinya kesana. Ah sungguh indah mengenang masa-masa itu nak.

Mungkin sekian yang bisa ku sampaikan untuk kali ini nak. Sekali lagi aku mohon maaf tidak bisa mendampingimu hingga usiamu yang sudah sebesar ini. Aku titip ibumu yang paling kucintai di dunia ini, yang adalah nafas bagiku. Terima kasih nak, selamat ulang tahun.

You May Also Like

0 comments