Cerpen - Perempuan Berbaju Merah
Hei, apa kabarmu gadis kecilku? Jika kamu membaca surat
ini artinya umurmu sudah tujuh belas tahun, bukankah begitu nak? Kalau tidak
maka aku akan marahi ibumu yang telah mengingkari janji memberikan surat ini
sebelum waktunya. Akhirnya selamat ulang tahun ya nak, semoga hidupmu dipenuhi
dengan cinta dan kebahagiaan.
Benar sekali. Ini adalah aku, ayahmu. Mungkin tidak
banyak yang bisa kamu ingat dari diriku karena aku meninggalkanmu saat usiamu
sangat kecil. Waktu itu kamu sangat lincah sekali, berlarian di dalam rumah,
memecahkan beberapa perabotan dan mengacaukan pakerjaan ibumu. Dan dulu, kita
melakukan banyak keseruan bersama, dalam sebuah keluarga yang begitu bahagia.
Tapi maaf karena meninggalkanmu di usia yang sangat dini,
bahkan saat kamu belum mengerti arti kata maaf itu. Namun sebelum pergi, aku
selalu menitipkan pesan kepada ibumu agar menjaga dan membesarkanmu menjadi
perempuan yang tangguh. Aku menuliskan beberapa surat untuk tetap dekat padamu.
Salah satunya ialah surat ini, yang baru bisa kamu baca saat usiamu tujuh belas
tahun dan kamu mulai mengerti tentang inti kehidupan, khususnya cinta.
Mari kita mulai saja, aku akan menceritakanmu sebuah
kisah dan ku harap kamu tak mengantuk membacanya nak. Kisah ini ialah tentang
pertemuan dua insan manusia. Namun jangan berharap ada banyak adegan romantis
didalamnya karena ini hanyalah kisah biasa, kisah biasa yang penuh dengan
cinta.
Masa mudaku dulu ku jalani dengan sangat membosankan nak.
Sampai kuliah aku hanya habiskan waktu untuk belajar. Sementara di saat waktu
senggang aku harus membantu ibuku menjaga toko. Tidak banyak juga hal yang bisa
dilakukan oleh remaja seusiaku di masa itu nak. Aku tidak memiliki teman dekat,
setiap hal ku lakukan seorang diri. Intinya, tak ada hal yang menarik terjadi
dalam hidupku sampai kejadian itu.
Satu hari saat itu aku sedang menuju ke kampus menggunakan
sepeda, ini adalah tahun terakhirku kuliah. Aku selalu melewati jalan yang sama
selama empat tahun namun tak ada yang berbeda. Hingga akhirnya aku bertemu
perempuan itu, ia adalah ibumu nak. Ia menggunakan baju merah sedang menunggu
bus di sebuah halte yang biasa ku lewati. Aku tak pernah melihatnya sebelumnya.
Wajahnya cantik, aku yakin kamu juga mewarisi wajah cantiknya itu. Kami saling
tatap dan dia tersenyum padaku. Namun sepedaku melaju cepat dan aku
meninggalkannya berlalu.
Keesokan harinya saat aku melewati jalan yang sama, tanpa
sadar aku kembali menemuinya di halte itu. Dia menggunakan baju merah tersenyum
padaku. Sepersekian detik aku melamun hampir menabrak seorang yang menyebrang
di depanku. Perempuan itu tertawa melihat kejadian tadi, aku tambah malu dan
bergegas mengayuh sepedaku lagi. Sepanjang hari aku berpikir keras tentang
siapa perempuan itu, aku putuskan akan mencari tahunya keesokan harinya.
Aku sengaja memperlambat kayuhan sepedaku saat melintasi
halte tersebut keesokan harinya. Awalnya aku tak menemukannya di halte itu lalu
aku mengelilingi taman sekitar dan aku bertemu dengannya disana. Masih dengan
baju merahnya sedang membaca buku di pojokan taman. Dia mengetahui aku sedang
mencarinya lalu tersenyum padaku. Aku merasa malu lalu pergi. “Tak mungkin aku
terus bertemu dengannya beberapa hari berturut-turut”, pikirku saat itu.
Akhirnya untuk yang keempat kali kami bertemu lagi. Suatu
sore saat aku ingin berbelanja, aku kembali bertemu dengannya di halte yang
sama. Dia duduk seorang diri di sana seperti menunggu sesuatu. Nak, sungguh tak
ada hal yang kebetulan di dunia ini. Dua orang tidak mungkin bertemu secara
kebetulan jika mereka tak saling mencari. Kemudian aku memberanikan diri turun
dari sepedaku dan langsung berkenalan dengannya. Dia tersenyum menerima
tanganku. Pertemuan yang singkat dan perbincangan yang panjang. Lalu aku
mengajaknya berkencan denganku dan dia menerimanya.
Begitulah awal pertemuan ku dan ibumu nak. Pertemuan yang
sederhana, seolah ada tangan lain yang menyatukan kami. Semenjak pertemuan
dengan ibumu itu, kehidupanku jadi berubah seketika. Hidup yang membosankan
jadi penuh warna dan kebahagiaan. Dia seperti memberi nafas baru bagi tubuhku,
dialah nafas yang membuatku merasa hidup nak.
Bertemu dengan ibumu ialah sebuah hal yang ku anggap
takdir dalam hidup ini. Pernahkah kamu mendengar bahwa sebenarnya manusia
diciptakan berpasangan nak? Ada miliaran manusia di dunia ini dan kita hidup
untuk mencari belahan diri kita yang lain itu. Dan pada hari saat aku pertama kali
bertemu ibumu, saat itulah ku tahu bahwa aku mungkin telah menemukan milikku.
Aku dan ibumu melewati hari-hari yang bahagia sejak
pertama kali kami berkencan. Kami sering menghabiskan waktu bersama entah itu
hari libur atau hari biasa. Ibumu menemaniku saat aku wisuda, saat aku susah
payah mencari pekerjaan hingga akhirnya kami menikah. Kami menghabiskan waktu bersepeda
mengunjungi berbagai sudut kota, kami tiduran di taman sambil membaca buku yang
kami suka, bahkan pernah satu hari kami berdua berkemah di gunung. Yang ada
hanya ceria saat kami bersama karena memang begitulah artinya cinta nak.
Pernah suatu kali ibumu bertanya,”Apa itu artinya cinta?”
“Cinta tak ada artinya. Karena yang membuat arti adalah
kita”, jawabku asal-asalan waktu itu sambil tertawa.
Tapi tentu saja nak, cinta tak ada artinya karena kitalah
yang membuat arti cinta itu. Banyak orang yang bilang cinta tapi akhirnya hanya
ada kecewa, dan itu bukanlah cinta. Sementara aku dan ibumu, kami memilih untuk
saling percaya pada cinta yang kami beri arti itu.
Apakah kamu bingung nak? Ah tentu saja tidak karena kamu
juga mewarisi kepintaran ibumu bukan.
Kisahku dan ibumu tidak hanya tentang hal bahagia nak,
banyak pula masalah yang harus kami lewati. Mulai dari hal kecil seperti
pertengkaran karena terlambat ke suatu tempat hingga hal besar yang membuat
banyak piring melayang. Banyak pertengkaran yang kami alami, seperti dua pasang
yang tidak akur sama sekali. Namun ku beri satu rahasia nak. Walau kami sering
bertengkar tapi tak pernah sekalipun kami minta berpisah. Setiap kali kami
bertengkar beberapa menit kemudian kami pasti saling meminta maaf tak peduli
siapapun yang memulai pertengkaran itu. Kemudian kami bisa bermesraan lagi.
Kata maaf itu begitu penting nak, bukan untuk mengakui kekalahan tapi karena
ada hal lain yang lebih penting dari menang dan kalah, yaitu kita.
Suatu hubungan tidak ada yang selalu mulus nak, pasti ada
saat bahagia dan menyedihkannya seperti roda yang berputar. Ngomong-ngomong
tentang roda, suatu hari aku dan ibumu pernah berdebat tentang hal itu.
“Tahukah kau apa benda paling penting yang ditemukan
manusia dalam hidup ini?”, aku bertanya pada ibumu.
“Tidak tahu”, ibumu menyerah setelah lama tak bisa
mencari jawabannya.
“Tentu saja roda. Dulu manusia memindahkan barang dengan
membawanya berjalan dan itu sangat merepotkan,” jawabku membanggakan diri.
“Ah salah. Yang lebih penting adalah cinta. Ada sejarah
saat dimana manusia belum mengenalnya dan yang ada hanya peperangan,
perbudakan, penindasan dan kesengsaraan. Namun cinta merubah semuanya menjadi
kedamaian. Lalu mana yang lebih penting?”, ibumu membalas jawabanku dengan
tertawa.
Ah ibumu selalu begitu nak, bisa mengalahkanku dengan
kepintarannya. Aku juga rindu percakapan sederhana itu dengan ibumu nak. Karena
memang cinta tak perlu sesuatu yang istimewa, cukup hal sederhana untuk membuat
bahagia.
Aku punya rahasia kecil lagi nak. Setelah kami menikah
dan kamu lahir, jawaban kami tentang sesuatu yang penting di dunia itu jadi
berubah nak, yaitu kamu. Kelahiranmu melipatgandakan kebahagiaan kami. Kamulah
alasan kami tetap semangat setiap harinya. Kami ingin melihatmu tumbuh dewasa,
jadi perempuan yang baik dan tangguh suatu saat nanti, seperti ibumu.
Jika aku katakan ibumu bagaikan nafas yang memberi nyawa
baru bagi hidupku, maka kamu bagaikan darah bagi kamu berdua. Kamu membuat
hidup kami berdua berarti.
Ini yang terakhir nak, ada satu hal lagi yang ingin ku
sampaikan. Sama seperti saat aku dan ibumu dipertemukan, pasti kamu bertanya,
“Bagaimana caraku tahu kalau orang lain itu adalah orang yang tepat?” Bukan?
Jawabannya adalah kamu tak akan pernah tahu. Kamu tak
akan tahu hingga waktunya tiba karena jawabannya justru muncul di akhir
perjalanan ini. Yang perlu kamu lakukan adalah cukup menjalaninya dan percaya
pada cinta. Hingga saat kamu akan pergi dari dunia kamu pasti akan tahu
jawabannya. Dan sekarang aku juga baru tahu bahwa ibumu adalah orang yang tepat
nak. Aku berharap kamu juga menemukan orang itu yang benar-benar kamu cintai
untuk melewati kehidupan kalian bersama.
Satu informasi tambahan lagi, aku baru tahu dari ibumu
saat kami sudah menikah bahwa dulu semenjak pertama kali kami bertemu di halte
itu dia juga mencariku. Ibumu menunggu setiap hari di halte itu untuk bisa
bertemu denganku. Juga saat dia duduk di taman, dia tahu kalau aku akan
mencarinya kesana. Ah sungguh indah mengenang masa-masa itu nak.
Mungkin sekian yang bisa ku sampaikan untuk kali ini nak.
Sekali lagi aku mohon maaf tidak bisa mendampingimu hingga usiamu yang sudah
sebesar ini. Aku titip ibumu yang paling kucintai di dunia ini, yang adalah
nafas bagiku. Terima kasih nak, selamat ulang tahun.

0 comments