• Home
  • About
  • Contact
    • Category
    • Category
    • Category
  • Shop
  • Advertise
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

Wirga Wirgunatha

Carpe Diem


“sejauh apa pun jalan yang kita temput, tujuan akhir selalu rumah”

Ada banyak buku yang menceritakan tentang kisah perjalanan seseorang dalam mengelilingi Indonesia, namun ini ialah salah satu yang terbaik. Buku ini menceritakan tentang perjalanan tiga orang manusia – Bung, Prem dan Baduy – mengunjungi berbagai tempat di Indonesia. Mereka memiliki motivasinya masing-masing, salah satunya Bung karena hati yang terluka, namun mereka punya mimpi yang sama, yaitu menginjakkan kakinya di berbagai daerah di Indonesia dan menyaksikan langsung keindahan negeri ini.

Perjalanan tiga orang ini dimulai dari Pulau Sumatra, bertolak dari Jawa hingga tiba di pelabuhan di Lampung. Bepergian dengan ‘backpacker’ membuat mereka harus menghemat mungkin pengeluaran untuk transportasi dan penginapan sehingga sering mereka menumpang ke beberapa pengendara yang lewat dan tidur di tenda yang hanya beralaskan tanah. Mereka mengunjungi berbagai tempat di Padang, Bukittinggi, Medan, Pulau Samosir, Pulau Nias hingga ujung barat kepulauan Indonesia yaitu Pulau Weh, Sabang.

Sempat berpisah sebentar dengan Baduy, akhirnya mereka dipertemukan lagi di Makassar. Di Makassar berbagai tempat juga dikunjungi seperti naik gunung, ke Pulau Selayar, Tana Toraja hingga akhirnya ke Pulau Miangas di Manado. Sebelum akhirnya satu persatu temannya minta mengakhiri perjalanan karena suatu alasan, dan Bung melanjutkan perjalanannya seorang diri.

Arah Langkah bukan sekadar catatan perjalanan dalam mengunjungi berbagai tempat di Indonesia, melainkan juga bagaimana bertemu dengan banyak orang, sahabat yang membantu perjalanan mereka. Bung dan kawan-kawan dipertemukan dengan sahabat dari media sosial yang bersedia membantu mereka, seperti dibantu transportasi, menginap hingga hal yang dapat mempermudah lainnya. Beberapa pertemuan juga membuat mereka lebih mengenal lagi berbagi karakter orang di berbagai tempat. Bahwa setiap orang punya sisi baik asalkan kita bisa tahu cara masuk ke kehidupan mereka.

“Beberapa pertemuan singkat memang diciptakan untuk lama melekat di dalam hati. Beberapa rindu memang diharuskan terasa bahkan sebelum berai.”

Kecintaan mereka terhadap alam membuka persahabatan dengan orang-orang yang juga mencintai alam. Bung dan kawan-kawan sering menginap di basecamp Kelompok Pecinta Alam dan membangun persahabatan disini. Mereka diajak ke gunung dan menikmati berbagai keindahan alam lainnya. Saat berada di gunung, dia pernah mengatakan, “Di ketinggian, aku merasa kecil. Aku merasa tidak menaklukkan gunung, justru gununglah yang menaklukkan kesombonganku.”

Satu hal lagi yang menarik dalam kisah ini ialah Bung dapat mudah akrab dengan orang-orang yang ditemuinya karena dia membawa ukulele kesayangannya. Dasar Bung yang memang seorang musisi membuat dia tidak asing dengan hal tentang musik. Katanya, “musik adalah bahasa universal”. Mungkin kata tidak dapat menyampaikan maksud kita pada seseorang, tapi musik bisa.

“Indonesia adalah sepercik surga yang Tuhan turunkan di muka bumi. Akan sangat merugi diriku jika hanya bisa melihat pantai, gunung, keanekaragaman budaya, dan nilai historisnya, hanya dari layar kaca.”

Buku perjalanan ini tidak terlepas dari hal yang mendasari perjalanan Bung, yaitu rasa sakit hatinya pada Mia. Seorang yang sangat dicintainya yang akan dinikahinya malah lebih memilih sahabat Bung. “Mungkin benar kata orang, cinta dan karir tidak bisa berjalan beriringan, harus ada ang jadi korban”, begitu katanya saat itu. Dia melewati kesedihan yang begitu dalam hingga akhirnya dapat mengatakan, “Mulai sekarang, aku harus mensyukuri realitas yang pernah aku miliki, daripada terus mengejar fiksi yang takkan pernah kumiliki.”

Perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, membuat pertemuan dan perpisahan ialah hal yang harus ditemui. Bertemu dengan orang  dan lingkungan baru, mulai akrab dan nyaman disana, lalu tiba-tiba kita harus berpisah. “Sisi lain dari perjalanan adalah kita pun harus siap berpisah dengan orang-orang tersebut”, begitu katanya.

“Karena perpisahan, semanis apa pun, seindah apa pun, tetaplah perpisahan. Ada cerita yang harus berubah menjadi kenangan.”
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me

Saya Wirga Wirgunatha, hanya seorang manusia yang ingin membagikan pemikiran melalui sebuah tulisan. Memiliki ketertarikan terhadap alam dan kehidupan.

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • pinterest
  • youtube

recent posts

Blog Archive

  • September 2019 (2)
  • Agustus 2019 (9)
  • Mei 2019 (4)
  • April 2019 (15)
  • Maret 2019 (28)
  • Februari 2019 (3)
  • Januari 2019 (3)
  • November 2018 (6)
  • Agustus 2018 (1)
  • Juli 2018 (1)
  • Mei 2017 (1)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (4)
  • Oktober 2016 (2)
  • September 2016 (1)
  • Agustus 2016 (5)
  • Juli 2016 (5)
  • Januari 2016 (1)
Diberdayakan oleh Blogger.

Label Cloud

  • Artikel
  • Buku
  • Cerpen
  • Coretan
  • Puisi

Popular Posts

  • Cinta dan Sampah Plastik
    Hari ini aku baru saja mendengarkan ceramah yang menggebu-gebu dari seorang aktivis kampus. Di kampusku sedang ada ada acara bertajuk ...
  • Puisi - Aku Mencari
    Aku mencari kedamaian dari kumpulan kata Cerita sebagai pelipur derita Pada kutipan Pada sajak Pada pusi Namun tak juga ku...
  • Dengarkanlah - Reza A.A. Wattimena
    Secangkir teh. Seorang Zen Master menerima kunjungan dari profesor. Ia ingin belajar tentang Zen. Zen Master menawarkan teh dengan sop...
  • Cerpen - Siklus Waktu
    Aku adalah anak perempuan semata wayang. Hal tersebut membuat kedua orang tuaku membesarkanku dengan penuh kasih sayang. Waktu berlalu, ...
  • Pria Bali
    Saat itu aku sedang mendengar keluhan seorang bapak yang mungkin usianya menginjak enam puluhan tahun itu. Dari catatan kesehatannya dia...

Quotes

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates